Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2009

KALEIDOSKOP 2009 DAN RESOLUSI 2010

Sebagai rutinitas saya di akhir tahun (bukan rutinitas sih, baru mulai dua tahun lalu), saya selalu membuat kaleidoskop dan resolusi baru, kemudian mengepost-nya di blog. Gak penting sebenarnya karena jika dipikir-pikir semua pertanggalan hanyalah ketetapan yang dibuat-buat dalam hal kapan memulai perhitungan tahun barunya. Tapi anggap saja Tahun Baru adalah periode evaluasi diri yang memiliki deret aritmatika sama, artinya setiap 365 hari sekali kita harus mengevaluasi atas apa yang telah dan akan kita lakukan dengan s tarting action-nya dimulai dari 1 Januari. Saya bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Taala atas diterimanya do’a saya di ujung tahun kemaren. Beberapa resolusi yang saya ikrarkan pada CATATAN DI SINI , beberapa di antaranya menjadi kenyataan. Jika boleh jujur, tahun 2009 adalah tahun kemunduran saya dalam bidang syariat spritualitas. Target khatam Qur’an dan sholat berjama’ah di masjid menjadi angan-angan. Mungkin karena jarak masjid dan tempat tinggal yang sekara

FILM SANG PEMIMPI

Gambar
Fluktuasi emosi, itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan film Sang Pemimpi. Film sekuel dari Laskar Pelangi ini membuat saya terhenyak kaget. Betapa tidak, dalam hitungan detik kekonyolan secara tiba-tiba berganti kesedihan, kemudian dengan cara mengejutkan, Riri Riza, sang sutradara, mengganti suasana hati penonton dengan menyelipkan satiran-satiran unik khas Andrea Hirata. Memang ini pekerjaan penulis skenario/script, namun apresiasi two thumbs up patut dan harus diberikan kepada team Sang Pemimpi. Sebagai contoh, film Kambing Jantan, suskses novel/buku-nya ternyata tidak membuat filmnya juga sukses, walaupun script-nya ditulis oleh Raditya Dika sendiri. Mengangkat kehidupan rural ke dalam sebuah novel dan film memang selalu lebih menarik dari pada mengankat kehidupan urban yang terkesan mengada-ada. Dengan menggunakan alur menoleh ke belakang, film ini berjalan mundur dari latar dan setting 1990 di Bogor, kemudian berlanjut ke Manggar dan kembali lagi ke Bogor. Pengaturan

DI SEBUAH RINDU DENGAN TUHAN

Aku tumbuh seperti spora yang mekar selepas hujan berkabut Aku rindu kepada mentari yang meniadakanku dalam satu putaran terik Di antara tumpukan jerami yang sayup-sayup mengering menyatu Aku rindu kepada-Mu ya Allah Sebuah rindu azali menjelang Muharam yang basah Apakah Hari Kebangkitan itu seperti jamur dalam maya bumi, yang tiada menjelma ada? Pelan-pelan air mataku jatuh Bergunung sukur kepada-Mu Ya Muqollibal Qulub Aku sedang menagis rindu Dan ingin berbagi tangis Pernahkah dikau menangis karena-Nya? Aku pernah dan sedang Seiring sajak ini kuakhiri dengan titik. Di sebuah petang yang jingga (Malang Pukul 18.26, 12 Desember 2009)

A NITE IN SUMBAWA (SEMALAM DI TANA SAMAWA)

Gambar
Sebagaimana jika seorang pejabat datang ke suatu daerah atau acara, tentulah segala persiapan harus dirancang sedemikian rupa hingga terlihat bagus. Jika berupa kunjungan daerah, jalan-jalan yang dilalui si pejabat terlebih dahulu diperbaiki sehingga nampaklah begitu sukses pembangunan di sub-kekuasaan di bawah si pejabat. Pernahkah anda mendengar seorang pejabat diajak protokoler lewat jalan tikus? Mimpi kali ye... Alih-alih menyuguhkan kekurangan untuk dapat kiranya diperbaiki. Begitu pun jikalau pejabat diundang ke suatu acara, suguhan cahaya lampu bertaburan, suara music etnis yang dipadu dengan traditional dance, sedikit dibumbui dengan perkusi modern menjadi sangat kontras dengan rakyat jelata sebagai representasi mereka yang tengah mengalami pemadaman bergilir sambil diiringi musik alam yang diaransemen ulang oleh katak dan jangkrik dengan backing vokal gonggongan anjing di sebuah padang sabana kering-kerontang. Singkat kata, jika seorang pejabat diundang ke suatu acara, te