Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2010

KALEIDOSKOP 2010 DAN RESOLUSI 2011

Tahun 2010, saya tak banyak bicara, tahun ini hampir tak melakukan apa-apa. Menjadi pegawai negeri ternyata tidak sesantai yang dibayangkan. Bisa leha-leha membaca buku, duduk di depan monitor/internet sambil mencari inspirasi, bangun sampai siang karena asyik begadang, itu semua hanya angan-angan. Terlebih berprofesi sebagai guru. Selain dituntut harus mengetahui hampir semua disiplin ilmu dasar, kita dituntut melengkapi administrasi yang berjubel banyaknya. It's not me. Praktis, tahun 2010 adalah tahun pancaroba bagi saya. Tahun di mana periode transisi dari menjadi mahasiswa yang santai berubah menjadi pekerja yang berusaha disiplin. Saya terengah-engah. Saya terseok-seok merubah segala kebiasaan saya yang bertentangan dengan disiplin korps pegawai republik indonesia, huk..huk..(batuk). Di malam tahun baru 2010, saya telah berosolusi. Resolusinya tertulis di blog ini. Beberapa di antaranya terlaksana, dan ada juga yang belum. Segala puji bagi Allah, yang telah mengabulkan doa-do

BANJIR DI SETELUK: CERMIN KONDISI ALAM KITA

Gambar
Apa yang pertama diselamatkan ketika banjir datang secara tiba-tiba? Yang pertama diselamatkan adalah nyawa, ijazah, baru selanjutnya ayam dan bebek (jika ada). Beruntung tadi banjir datang sekitar pukul 17.00 wita; jadi ijazah saya bisa di selamatkan karena terletak di bagian bawah lemari. Ketinggian air tidak sampai 1 meter, walaupun di beberapa titik ada yang mendekati angka tersebut. Kecamatan Seteluk sebenarnya sangat rawan banjir. Banjir yang dimaksud adalah banjir bandang ( aiba kleang ). Bagi masyarakat Seteluk, banjir bandang sudah biasa terjadi walau sering datang dengan volume yang tidak terlalu besar. Dan banjir tadi sore menurut saya termasuk banjir bandang sekaligus datang mengabarakan bahwa kondisi alam kita berada dalam bahaya dan kritis. Apalagi tadi curah hujan terbilang tidak lama karena hanya beberapa jam (+/- 2 jam). Gbr. Seteluk dan Sok Jika melihat tepografi dan kondisi geografisnya di google earth, kawasan Seteluk memiliki ketinggian 33 mete

PENJUAL TEPUNG GENANG: DARI MANA MEREKA DATANG?

Gambar
Dari mana mereka datang? Saya tidak tahu. Saban siang, tiap hari, mereka keliling. Mereka tak hanya berjualan, tapi berusaha menghibur. Berusaha. Hanya berusaha, karena mereka tak diajarkan tentang dunia yang dinamis. Dunia yang bosan dan selalu berepetisi. Waktu kecil saya adalah konsumen setianya. Hanya dengan menggunakan uang sen (pipis pingge dalam bahasa Sumbawa), kita sudah bisa menimati gula-gula itu. Sederhana sekali. Gula dan pewarna. Mungkin itu saja komposisinya. Bungkusannya pun ramah lingkungan. Hanya dengan kertas, bukan dengan plastik yang polimer. Dari mana mereka datang? Saya belum pernah menanyakan. Mereka seperti tamu tak diundang, tetapi sedikit dirindukan. Bukan karena pukulan gendangnya atau manisan gulanya. Mungkin karena sebatas pengingat tentang waktu-waktu yang berlalu. Mereka, para penjual tepung genang, sebenarnya telah kalah. Mereka kalah, karena mereka kecil. Mereka tak pernah diajar tentang corporation, firma, cash flow. Mereka, alih-alih mengerti tentan