Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2009

KETIKA SURYA PUN MENGGELENG, DI SITULAH CINTA KAMI

Adakah melambai kepadamu kabut putih dalam semesta aksara sendu? Jika belum, biarkan aku jelaskan: Kami merangkai kata agar ungkapan sayang tak sehambar bunga-bunga layu Semua stanza dalam sajak yang kami buat diambil dari telaga hati dalam relung-relung purba Kami mewakili setiap hati yang gundah, sebagaimana surga mewakili hati Suhada Kami berbunga ketika sajak-sajak kami tidak mudah dipahami Karena kami ingin dimengerti dengan hati, bukan dengan mata, telinga, atau jasad-jasad kasar manusia bumi Bukankah cinta juga demikian? Adakah orang yang mengerti cinta? Cinta bukanlah indra, engkau tidak akan pernah mengerti Coba tanyakan saja kepada surya: “Adakah bumi memberi sesuatu atas cintamu kepadanya?” Engkau akan mendapatkan surya menggeleng lalu kemudian tersenyum, bahkan ketika bumi tak acuh dengan berselimut awan Kemudian kami mengemasnya dalam bungkusan riak-riak bunga Karena kami ingin melihatmu tersenyum ketika putih tak

JANGAN BACA SAJAK INI!

Tapi biarlah. Toh mulutmu tetap satu. Taringmu hanya gigitan nyamuk pada malam yang dingin. Kami bisa berselimut atau membakar obat nyamuk. Lalu mulutmu akan kaku membatu, membisu, lalu membuatmu malu karena menjadi tabu , atau mati pada subuh. Apakah kita sedang berbicara tentang parasit? Halo? Tentang parasit? Ya, kamu mungkin saja parasit. Tapi tidak bagi kami. Karena kau, merupa burung pipit yang sembelit. Kemudian sekarang kamu pura-pura menjerit. Tapi aku tidak bisa kaubohongi, Genit! Karena parit-parit mulai membatasi antara kamu dengan selaksa sempit. Cukup sudah menengadah ke langit wahai walang sangit. Sekali lagi cukup, tengik! Karena gerombolan awan pun ingin kaucekik, supaya bintang-bintang tak lagi berkedip. Supaya kami tak lagi mendelik. Huh, betapa piciknya dirimu, anjrit! Kemudian kamu datang lagi padaku. Berpikir untuk memuntahkan hajatmu. Silakan! Mari! Aku telah mempersiapkan sekeranjang petasan ,kemenyan, bualan, gepalan tanga