Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2010

PILKADA KSB DAN DIVESTASI PT NNT, DALAM JEJAK RAJA-RAJA SUMBAWA

Oleh: Wahyu Firmansyah* APRIL 1853 Dea Jempe namanya, orang Belanda menyebutnya “Si Anak Nakal”, siang itu tampaknya adalah puncak sialnya. Di bawah terik matahari, sembari dipukul dengan kayu oleh algojo istana, dia dipertontonkan kepada khalayak ramai bahwa dialah pembangkang kerajaan Sumbawa yang harus dieksekusi mati. Jempe mengerang perih, dia memberontak, dia berteriak mencari keadilan, dia telah melobi, dia telah berdebat, namun nasib baik belum memihak kepadanya. Dengan tubuh berlumuran darah sambil diikatkan dengan tali, di sebuah lapangan eksekusi, dia menghembuskan nafas terakhir. Masyarakat Bima dan Sumbawa dalam genangan air mata. Jempe adalah orang nomor satu di kerajaan Seran (Seteluk) waktu itu. Keengganannya untuk membayar pajak kepada kerajaan Sumbawa tampaknya awal dari petaka itu. Setelah meletusnya gunung Tambora 1815 yang menghabiskan separuh penduduk Sumbawa, pengaruh kerajaan Sumbawa terhadap wilayah-wilayah kekuasaannya, termasuk Kamutar Telu, de drie kam