Mengabadikan moment terindah yang lebih imajinatif saat ini, paling tidak buat saya adalah dengan tulisan. Menulisnya, membacanya, dan menutupnya. Dan kalaupun saya ingin lupakan, cukup dengan men-delete atau membakar kertasnya. Sangat simple, agak lebih modern sedikit dari nenek moyang saya yang menulisnya di batu ataupun di daun lontar.
Diantara moment-moment itu adalah perkenalan saya dengan seorang asal Kolombia dan Polandia di sebuah kapal di Selat Lombok. Dengan latar yang sama namun settingnya berbeda. Pertemuan dengan si Kolombia terjadi sekitar 6 bulan yang lalu. Sedangkan dengan si Polandia sekitar 2 minggu yang lalu. Bali dan lombok merupakan daerah tujuan wisata. Bisa ditebak, Bali adalah tujuan mereka nomor satu dan Lombok adalah tujuan atas dasar rasa penasaran mereka. Namun sungguh, Lombok menurutku lebih indah dari Bali. Tak heran jika pelayaran ferry di Selat Lombok cukup ramai oleh wisatawan manca.
Baiklah, perkenalkan yang pertama namanya Velix (mungkin ejaannya salah). datang dari Australia, namun berkewarganegaraan Colombia. Jenis kelamin laki-laki. Status belum kawin. Dan berindikasi ateis. Awal perkenalan dimulai dari rasa penasarannya dengan buku yang kubaca. Saat itu aku tengah membaca Laskar Pelangi sedangkan dia membaca novel yang aku lupa judulnya. Kemudian percakapan berlanjut sampai kepada kepercayaan akan kebangkitan di dalam kubur. “May be yes, May be no.” Itu jawabannya. Sederhana; agnostic.
Yang kedua, berasal dari Polandia. berjenis kelamin wanita dan tengah kuliah di Bali. Bali? Ya, Bali. Dia mengambil program art and desain. Awal perkenalan disebabkan oleh ketidakadapekerjaanku diatas kapal. Iseng duduk disampingnya, dengan bahasa inggris yang sangat memalukan kuberanikan diri menyapanya. Dan betapa memalukannya, dia ternyata bisa berbahasa Indonesia. Polandia ternyata memiliki bahasa sendiri. Dari pengucapan yang saya dengar, intonasi dan gaya bahasanya mirip Bahasa Prancis. Dengan kesulitan mengucapkan “r”, kemudian dengan mulut monyongnya anda harus hati-hati jika terlalu dekat dengannya: kebanjiran liur.
Begitu kira-kira seutas ruang dan waktu yang telah meninggalkanku. Tak mungkin ku kejar dan tak mungkin memanggilnya lagi. Dan Akupun pasti termakan waktu.
sumber gambar disini
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tuliskan komentar !!