PENGARUH PERMAINAN TERHADAP ANAK
Kemarin, ketika mampir ke warnet, saya disibukkan oleh ulah anak-anak yang berteriak sambil bermain game online di kamar warnet. Anak-anak ini yang menurut saya masih dalam rangkulan kenikmatan bermain sangat tidak mungkin jika saya protes atas keributannya. Konsep toleransi belum tertanam pada pikiran mereka, dan tindakan mereka seperti itu adalah wajar.
Kemudian beberapa hari yang lalu saya sempat menelpon adik saya yang paling kecil (kelas 3 SD) di Sumbawa. Dari percakapan yang kami lakukan, adik saya mengaku sedang memelihara ayam. Itulah permainan adik saya, memelihara ayam. Begitu beda bukan? Yang satu bermain game online dan yang satu memelihara ayam. Namun, jika saya mengambil kesamaannya, bukankah mereka sama-sama bermain?
Pemandangan ini setidaknya membuat saya terkagum-kagum atas begitu bedanya (disparitas) permainan anak kampung dengan anak-anak di kota. Dulu, ketika saya masih kecil, permainan yang biasa kami lakukan tidak jauh-jauh dari lingkungan kami sendiri. Jika ingin berenang, ya ke kali. Jika ingin smack down, seseorang akan memanas-manasi kawannya untuk berkelahi dan tontonan smack down pun bisa kami nikmati. Murah, sederhana, dan tak mungkin kami lupakan sampai sekarang.
Kehidupan anak sangat erat sekali dengan permainan. Di mata anak, hidup adalah bermain. Jika bukan bermain maka bukanlah hidup. Maka atas kesadaran itu negara menjamin dalam UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 11 menyatakan bahwa bermain adalah hak anak.
Namun dalam tulisan ini saya mencoba berpikir tentang sebagaimana efektifkah antara kedua permainan yang dilakukan oleh adik saya dan anak-anak itu? Saya akan iseng mencoba membagi atas tiga macam manfaat yaitu manfaat kognitif, psikomotorik dan afektif.
Kemudian beberapa hari yang lalu saya sempat menelpon adik saya yang paling kecil (kelas 3 SD) di Sumbawa. Dari percakapan yang kami lakukan, adik saya mengaku sedang memelihara ayam. Itulah permainan adik saya, memelihara ayam. Begitu beda bukan? Yang satu bermain game online dan yang satu memelihara ayam. Namun, jika saya mengambil kesamaannya, bukankah mereka sama-sama bermain?
Pemandangan ini setidaknya membuat saya terkagum-kagum atas begitu bedanya (disparitas) permainan anak kampung dengan anak-anak di kota. Dulu, ketika saya masih kecil, permainan yang biasa kami lakukan tidak jauh-jauh dari lingkungan kami sendiri. Jika ingin berenang, ya ke kali. Jika ingin smack down, seseorang akan memanas-manasi kawannya untuk berkelahi dan tontonan smack down pun bisa kami nikmati. Murah, sederhana, dan tak mungkin kami lupakan sampai sekarang.
Kehidupan anak sangat erat sekali dengan permainan. Di mata anak, hidup adalah bermain. Jika bukan bermain maka bukanlah hidup. Maka atas kesadaran itu negara menjamin dalam UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 11 menyatakan bahwa bermain adalah hak anak.
Namun dalam tulisan ini saya mencoba berpikir tentang sebagaimana efektifkah antara kedua permainan yang dilakukan oleh adik saya dan anak-anak itu? Saya akan iseng mencoba membagi atas tiga macam manfaat yaitu manfaat kognitif, psikomotorik dan afektif.
subjek | kognitiv | psikomotorik | afektif |
---|---|---|---|
Anak di warnet | pengetahuan untuk mengoperasikan dasar komputer akan bertambah | psikomotorik mereka tidak berkembang karena mereka hanya diam di depan warnet | cenderung akan mengajar anak untuk bersikap destruktif |
Adik saya | pengetahuan tentang natural inteligencenya akan bertambah | aspek psikomotoriknya akan berkembang karena selalubergerak | sikap adik saya akan lebih baik karena setiap hari berlatih untuk bersabar |
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tuliskan komentar !!