TUHAN TAHU TAPI MENUNGGU


Jujur, saya gak mau menayombongkan diri dengan hanya menulis hal-hal menarik di blog ini. Terlalu sombong jika saya menarsiskan diri dengan tampang rombeng bahkan minus seperti ini. Dua minggu yang lalu saya mengejek teman saya Ruli yang diberi undangan pernikahan oleh mantan pacarnya.

“Sabar,” ungkap saya seolah memberi ketabahan dan ikut berduka cita yang terdalam, padahal dibalik itu terselip maksud biadab tak terperih: mengejek.

Tuhan tahu tapi menunggu, begitu ungkapan yang dikutip Andrea Hirata dalam novelnya. Pembalasan itu tidak terjadi dalam rentang waktu yang lama seperti yang dialami Arai dalam novel Adensor.

Dua minggu yang lalu, tumben-tumben mantan saya yang...jujur saja, masih ada sedikit rasa di hati ini....menelpon saya. Yehuii, minta balik ya, sorry ya aku gak bisa! Bisik hati ini sok jual mahal.

“Halo.....” dan seterusnya......
“kalau bisa telpon aku kapan-kapan ya!” ungkapnya menutup percakapan.
Hahaha, minta balik ini!
Besoknya karena suatu hal, saya coba nelpon, dan pembalasan Tuhan dari si Ruli pun terjadi.
“Eh, kapan mau kerumah?” ungkapnya,
Hmmm, bilang aja mau balik. Pikir setan narsis dalam hati saya.
“InsyaAllah tanggal 9 ini”
“Eh sebenarnya saya mau dilamar besok malam dan akan merried”

Langit gelap terasa, kucing terlihat seperti singa, laptop terlihat seperti mesin tik, huruf latin berkelok-kelok terlihat seperti tulisan kanji1. Bapak saya yang biasa ngobrol nyambung dengan saya saat itu terasa seperti pidato SBY yang bikin ngantuk. Dan, Hai Ruli aku tahu bagaimana perasaanmu kawan!


1 bahan untuk membuat bakso, ditambah merica dan cabai 1 kilo biar tahu rasa pedasnya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DATU SERAN KEDINGINAN

KEKURANGAN FILM LASKAR PELANGI

SATERA JONTAL