GENDER DAN GIZI BURUK DI NTB
Dalam diskusi tentang gender di sebuah perkuliahan kemaren. Seorang teman membahas budaya patriarki yang memang sudah menjadi budaya di hampir semua wilayah di indonesia, kecuali di beberapa daerah Sumatera. Dia mengatakan begini, “ Di NTB, kasus Gizi Buruk banyak terjadi karena budaya yang berlaku di sana yang sangatlah patriarki. Ketika makan, Ayah sebagai kepala keluarga selalu diutamakan termasuk dalam waktu makannya, jatah ikannya, jumlah porsinya. Sementara ibu dan anaknya hanya mendapatkan sisa. Jika dimisalkan makanannya adalah Ayam, maka sang Ayah akan mendapatkan paha atau sayap, sementara anak dan istrinya akan mendapat cekernya.”
Terus terang saya terhenyak ketika mendengarnya. Saya malu, selain karena saya memang kurus (ada indikasi terkena gizi buruk), saya adalah satu-satunya yang berasal dari NTB . Ingin rasanya menentang, atau tindakan lebih kasar lagi menyumpahi teman saya tadi dengan argumen,”Datanya mana? Statistik? Yang ilmiah dong!” namun pikiran saya langsung melarang, bukan karena jaga gengsi atau semacamnya tapi setelah saya mindback pikiran ini, saya jadi ketawa sendiri karena argumen teman saya tadi benar.
Dari beberapa pengalaman yang saya alami di Sumbawa khususnya, ketika makan di acara pengantin, syukuran, dan waktu acara sunatan (termasuk ketika saya disunat), pihak laki-laki selalu diutamakan untuk mendapat jatah lebih: lebih cepat makannya, lebih banyak, dan so’ pasti: lebih cepat kabur tanpa cuci piring dulu (ya iyalah, masa’ disuruh nyuci, tu kan tugas wanita monyong!).
Akhir kata, teman saya di atas memang benar, di NTB budaya patriarkinya sangat kental sekali. Dan mungkin saja karena budaya tersebut, sang istri menjadi tidak cukup gizinya yang kemudian akan mempengaruhi gizi bayi atau calon bayinya, termasuk si anak. Tapi saya melihat diskriminasi ini sudah agak berkurang. Di beberapa keluarga modern (yang berpendidikan) acara makan sudah berlangsung cukup adil (sayur kelornya sudah dibagi rata). Whatever it, saya tetap bangga dan senang menjadi warga NTB, bukan karena saya laki-laki lho!
Footnote: Perlu dicatat, menyalahkan si laki-laki saja adalah tidak benar, karena yang menghidangkan makanan tidak lain adalah sang istri juga, halahhhhhh.
nyoba komentar baru
BalasHapus