UNTUKMU, KETIKA KAUTERBANGUN
Bahkan kuncup bunga pun berhenti memekar ketika alunan sajak indah keluar dari bibir indahmu Aku kemudian berdiam, seakan nafasku tersendat oleh aksara langit yang turun menyambar Engkau putih dalam sajak-sajakmu, bening dalam kemunculanmu Kemarilah, ajari aku membuat satu bait saja! Kamu pun menghampiriku dalam senyum, sembari memegang jemariku, menerangkanku tentang maksud bait-bait Rumi Kau mengajariku tentang sejarah huruf, hikayat putri dalam botol anggur, juga tentang sebuah pulau yang tiba-tiba menghilang karena tidak ada lagi cinta oleh penduduknya Kamu pun menanyakanku, “Mana yang lebih dulu ada, huruf atau cinta?” Aku membisu dalam kebingungan “Aku menyukai Umar Khayyam,” ungkapmu Aku mengangguk Diam-diam aku melihat butiran air matamu menyembur dari kelopak matamu, menyatu bersama gurindam yang baru saja kaubuat Gurindam tentang kepedihan Pelan-pelan kuusap air matamu Kukatakan bahwa aku dan bunga mekar selalu meyukai segalanya tentangmu Kuyak