UNTUKMU, KETIKA KAUTERBANGUN

Bahkan kuncup bunga pun berhenti memekar ketika alunan sajak indah keluar dari bibir indahmu

Aku kemudian berdiam, seakan nafasku tersendat oleh aksara langit yang turun menyambar

Engkau putih dalam sajak-sajakmu, bening dalam kemunculanmu

Kemarilah, ajari aku membuat satu bait saja!

Kamu pun menghampiriku dalam senyum, sembari memegang jemariku, menerangkanku tentang maksud bait-bait Rumi

Kau mengajariku tentang sejarah huruf, hikayat putri dalam botol anggur, juga tentang sebuah pulau yang tiba-tiba menghilang karena tidak ada lagi cinta oleh penduduknya

Kamu pun menanyakanku, “Mana yang lebih dulu ada, huruf atau cinta?”

Aku membisu dalam kebingungan

“Aku menyukai Umar Khayyam,” ungkapmu

Aku mengangguk

Diam-diam aku melihat butiran air matamu menyembur dari kelopak matamu, menyatu bersama gurindam yang baru saja kaubuat

Gurindam tentang kepedihan

Pelan-pelan kuusap air matamu

Kukatakan bahwa aku dan bunga mekar selalu meyukai segalanya tentangmu

Kuyakinkan kau tentang bulan yang akan selalu merona kepadamu, juga tentang angin utara yang baru saja menitip salamnya untukmu

Sebuah senyum muncul dari palung bibirmu

Kamu kemudian tertidur pulas, sangat pulas

Bunga kembali memekar

Aku diam-diam bangkit, bahkan tanah pun tak tersakiti

(Dariku dan bunga mekar, terimakasih telah mengajarkanku: Jawa Timur, 27 Juni 2009)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DATU SERAN KEDINGINAN

KEKURANGAN FILM LASKAR PELANGI

SATERA JONTAL