PENJUAL TEPUNG GENANG: DARI MANA MEREKA DATANG?
Dari mana mereka datang? Saya tidak tahu. Saban siang, tiap hari, mereka keliling. Mereka tak hanya berjualan, tapi berusaha menghibur. Berusaha. Hanya berusaha, karena mereka tak diajarkan tentang dunia yang dinamis. Dunia yang bosan dan selalu berepetisi.
Waktu kecil saya adalah konsumen setianya. Hanya dengan menggunakan uang sen (pipis pingge dalam bahasa Sumbawa), kita sudah bisa menimati gula-gula itu. Sederhana sekali. Gula dan pewarna. Mungkin itu saja komposisinya. Bungkusannya pun ramah lingkungan. Hanya dengan kertas, bukan dengan plastik yang polimer.
Dari mana mereka datang? Saya belum pernah menanyakan. Mereka seperti tamu tak diundang, tetapi sedikit dirindukan. Bukan karena pukulan gendangnya atau manisan gulanya. Mungkin karena sebatas pengingat tentang waktu-waktu yang berlalu.
Mereka, para penjual tepung genang, sebenarnya telah kalah. Mereka kalah, karena mereka kecil. Mereka tak pernah diajar tentang corporation, firma, cash flow. Mereka, alih-alih mengerti tentang buku besar ekonomi, membaca buku pun mungkin jarang.
Tadi siang saya mendengar pukulan gendangnya. Di sebuah gang. Dan bukan di pusat perbelanjaan mewah. WELCOME GLOBALISATION !
nice post naklaki..
BalasHapusaidaaa kangen jadinya sama suara ketipang ketipung itu...