“Jangan sekali-kali melupakan sejarah!” (Soekarno) Gbr.juru kunci makam di dalam makam seran "Bahkan kadang saya menggunakan uang saya peribadi untuk memperbaiki pagar-pagar ini," ungkap juru kunci makam Seran, kepada kami di sebuah beruga di bawah pohon beringin di dalam makam. Itu karena Anas Pataray mengajak saya berkunjung ke Makam Seran untuk liputan jurnalistik. Kami pergi karena sudah berjanji beberapa hari sebelumnya. Setelah mampir ke rumah juru kunci makam untuk memintanya sebagai pemandu, kami kemudian menyisir pematang sawah. Untuk bisa sampai ke makam, kita harus ‘ sehat lahir batin ’ . Ini bukan mejik atau klenik ya! Ini beneran : u ntuk sampai ke sana kita harus sudi berjalan di bawah belukar bambu dan pematang sawah yang jaraknya sekitar dua kilometer dari perumahan penduduk. Di musim hujan begini, saya sarankan jangan membawa celana panjang : beceknya selutut. Mengharapkan pengunjung bisa memarkir kendaraan dua roda atau empat roda di
Tadi malam, dengan semangat 45 serta didorong oleh keinginan luhur saya pun rela mengantri tiket sekitar 1 jam di 21. Setelah menonton saya sedikit kecewa dengan suguhan dari mira lesmana dan Riri Riza ini. Filmnya terlalu monoton dan banyak beberapa adegan yang ingin di-improve justru membuat film menjadi gimana gitu... Begitulah kalau saya terlalu memberi ekspektasi besar kepada sesuatu. Saya termasuk "pembaca fanatik" (begitu yang dinamakan Riri Riza terhadap pembaca novel laskar pelangi) novel ini. Interpretasi saya terlalu beda dengan Riri Riza. Beberapa adegan yang menurut saya harus ada namun dihilangkan. berikut beberapa yang menurut saya harus ada dan gak masuk akal: perkenalan pertama sekolah antar siswa "first day school" di SDN muhamadiah seharusnya ada untuk merenyahkan suasana. pencarian flow di hutan ada baiknya diperpanjang supaya film tidak monoton hanya berpusat kepada anak-anak dan sekolah muhammadiah saja. pemilihan tokoh_Lintang besar_tidak repr
Konon, saat manusia belum mengenal tulisan (saman pra sejarah), manusia saling berhubungan atau berkomunikasi sesamanya hanya dengan kata-kata, namun seiring dengan berjalannya waktu, komunikasi antar manusia pun berubah menjadi beragam cara termasuk lahirnya berbagai simbol atau tulisan (saman sejarah). Merasa 'gengsi' dengan beragamnya kebudayaan yang eksis di dunia, maka Sumbawa pun melahirkan sebuah karya budaya dalam bentuk sastra tulisan yang dinamakan satera jontal. Satera jontal bukan sebuah sastra dari tulisan, melainkan bagaimana simbol tulisan itu sendiri disepakati dan dijadikan alat untuk berkomunikasi dalam bentuk tulisan.. Satera Jontal merupakan kebudayaan kuno etnis Samawa (sumbawa) yang diwujudkan dalam bentuk lambang, kemudian tiap-tiap lambang tersebut terdapat makna tersendiri. Dinamakan satera jontal, karena tulisan ini banyak ditulis di atas jontal (daun lontar). Dan Satera merupakan sastera dalam bahasa Indonesianya
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tuliskan komentar !!